Senin, 30 Maret 2015

Terpopuler - Minta Maaf dan Mundur Tak Menghapus Kemulian Diri

DULU katanya ada orang yang baru satu tahun menjabat kepala desa. Dia kumpulkan rakyatnya dalam undangan pengajian umum di balai desa. Tak ada yang menyangka bahwa setelah acara ceramah Pak Kepala Desa ini naik podium lagi dan berkata:


"Salam hormat kepada seluruh rakyat atas kepercayaannya memilih saya sebagai kepala desa. Namun saya harus jujur sejujur-jujurnya bahwa amanah ini sungguh berat dan saya merasa tidak mampu menunaikan janji-janji saya sebelum pilihan dilangsungkan itu. Saya dulu berjanji bahwa irigasi ke sawah-sawah akan lancar dan adil, ternyata tidak bisa saya penuhi. Saya dulu berjanji bahwa urusan tikus di sawah rakyat itu urusan kecil dan saya bisa menyelesaikan, ternyata saya tidak bisa membasminya bahkan tambah banyak. Saya dulu berjanji bahwa tidak akan ada biaya apapun kalau berhubungan dengan stempel desa, saya juga tidak bisa penuhi. Dari pada desa ini nanti semakin hancur dan saya terus dipersalahkan karena memang salah dan tidak mampu, maka saya malam ini menyatakan mundur dan siap mendukung siapapun yang mampu untuk menjadi pengganti saya."


Rakyat yang awalnya sering ngerasani pak kades dan merasa sakit hati karena janjinya tak ada yang dipenuhi jatuh iba, terharu dan mendoakan kebaikan untuknya.


Pengakuan akan kesalahan dan ketidakmampuan diri serta permintaan maaf atas kekurangan dan kesalahan diri bukan menjadi penyebab hilangnya kemuliaan diri, melainkan menjadi sebab hadirnya empati dan simpati dari semuanya.


Kepada semua pejabat yang berjanji kepada rakyat dan tidak memenuhi janji-janjinya sepertinya bagus kalau mencontoh kepala desa tadi itu. Yang dulunya berjanji pro rakyat tapi dalam kenyataannya antirakyat sepertinya perlu evaluasi diri.


Caranya gampang, baca saja kliping koran jaman sebelum diangkat kemudian bandingkan dengan suara koran pada saat ini atau putar saja rekaman kampanye dulu untuk dibandingkan dengan yang terjadi sekarang.


Di negara antah berantah dulu ada orang yang mengkritik kebijakan pemimpin yang sedang berkuasa karena selama 10 tahun masa jabatannya menaikkan BBM sebanyak dua kali. Giliran sang pengkritik jadi pemimpin, baru enam bulan menjabat sudah naik beberapa kali. Mudah mengkritik orang lain, sulit mengkritisi diri sendiri. Salam, AIM. [*]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman